Ghost Recon: Breakpoint


Hasil gambar untuk Ghost Recon: Breakpoint


Apa itu Ghost Recon: Breakpoint?


Belajar dari seri franchise Assassin's Creed yang dipaksakan rilis tiap tahun seharusnya membuat Ubisoft berhati-hati dalam menciptakan seri game terbaru. Jangan sampai terlalu dipaksakan dan hanya bisa menyediakan konten menyegarkan yang sedikit sehingga merusak sekuel.
 
Ini yang saya rasakan saat bermain seri Tom Clancy's Ghost Recon: Breakpoint. Di awal kabar rilisnya, saya sangat antusias menantikan seri ini, apalagi dengan prologe narasi yang sudah diselipkan dalam Ghost Recon: Wildlands.
 
Dalam tahap Beta Test, Ghost Recon: Breakpoint terasa cukup menjanjikan, tapi tidak saat dirilis. Ternyata Ubisoft kurang matang menyiapkan game ini untuk disajikan ke penggemarnya. Mengapa? Berikut ulasan 
Medcom.id menjajal game ini.


Ubisoft dipastikan meningkatkan game 
engine di sekuel Tom Clancy's Ghost Recon ini. Konsep open-world di sini masih bisa sangat dirasakan. Awalnya, saya cukup pesimistis karena melihat arena permainan yang dinarasikan sebuah Kepuluan Aurora di Selatan Samudera Pasifik.

Jarak tempuh dari satu koordinat ke koordinat ujung arena terasa cukup jauh. Medan arena permainan di Ghost Recon: Breakpoint jauh lebih beragam dibandingkan sekuel sebelumnya, terutama dengan sistem cuaca yang cukup berpengaruh ke kondisi daya tahan tubuh karakter.
 
Mengingat Ghost Recon: Breakpoint kini memperkenalkan sistem 
survival,kondisi arena permainan menjadi sebuah tantangan. Kondisi permukaan yang landai bisa membuat karakter cedera dan terpaksa menggunakan stok perlengkapan medis.
 
Tumbuhan yang merambat dan tinggi serta lumpur menjadi mainan baru. Di Ghost Recon: Breakpoint. Anda bisa menggunakannya untuk kamuflase. Kualitas grafisnya memang tidak ada masalah, justru lebih baik. Saya juga sempat menjajal game ini di ASUS ROG Zephyrus S GX502GW di konfigurasi Ultra.
 
Faktor medan arena permainan juga membuat mekanisme dan animasi pergerakan karakter di Ghost Recon: Breakpoint jauh lebih alami. Pemain yang melakukan taktik hit and run harus mempertimbangkan kondisi arena permainan dan batasan energi yang kini terbatas.
 
Dipaksakan Mengadopsi Konsep RPG
Meneruskan sekuel sebelumnya, Ghost Recon: Breakpoint memang masih mengedepankan strategi taktis dari empat pemain. Sayangnya, kini tidak ada lagi rekan AI yang membantu pemain. Ya, kita dipaksa untuk bermain bersama 
gamer lain alias matchmaking.
 
Mungkin ini tidak terlalu buruk, tapi jelas cukup mengecewakan bagi penggemar Ghost Recon yang sebagian 
solo player. Konsep ini terdengar tidak baru, rasanya seperti memasukan konsep RPG The Division 2.
 
Namun, dua game tersebut berbeda. Dalam 
matchmaking The Division 2, saya bisa menyelesaikan sebuah misi bersama pemain lain tanpa harus menyalakan mikrofon. Misi tidak perlu strategi taktis karena hampir seluruh misi tidak mewajibkan Anda menggunakan keahlian stealth.
 
Berbeda dengan Ghost Recon: Breakpoint. Di sini butuh komunikasi apabila pemain ingin melakukan serangan senyap. Sulit untuk bisa berkomunikasi dengan gamer lain yang bermain bersama secara acak.


Tidak sampai di sini, model zonasi tingkat kesulitan musuh yang dikaitkan dengan tingkatan senjata jelas sangat mengadopsi konsep The Division 2. Meskipun masih sama-sama garapan Ubisoft namun sangat disayangkan bahwa Ghost Recon: Breakpoint tidak membawa mekanisme yang otentik.
 
Skill Tree dengan 
special skill ala The Division 2 juga jelas diperlihatkan dengan sedikit gaya berbeda. Saya akhirnya sempat meyakini bahwa game ini berusaha merubah core game menjadi sebuah game online RPG khas The Division.
 
Ada satu lagi hal baru di Ghost Recon: Breakpoint yaitu kehadiran lokasi 
bivouac yang bisa digunakan untuk mendapatkan buff serta crafting. Di proses crafting kita harus memiliki setiap bahan yang butuhkan. Anehnya, semua produk hasil crafting sebetulnya bisa dengan mudah dibeli di shop dengan bermodalkan Skell Credit.

Pada akhirnya, pemain akan dibuat sibuk dengan tersedia banyak misi yang bisa diselesaikan secara non-linear. Gaya ini sangat serupa dengan game online atau RPG. Di sini saya mendapatkan pengalaman sangat mengecewakan, antarmuka daftar misi yang bisa dijalankan sangat membingungkan.

Akhirnya seluruh notifikasi daftar misi ini akan memenuhi sisi kiri layar permainan. Sekilas, gaya tampilannya seakan mencoba seperti Assassin's Creed Odyssey tapi justru jadi mengganggu gameplay.

Narasi Kurang Kuat dan Misi Repetitif
Meneruskan sedikit misi dan narasi di Ghost Recon: Wildlands. Seri ini mengisahkan karakter Nomad dan Walker yang pernah sama-sama menjadi tim Ghost namun Walker berbalik berkhianat. Pada akhirnya narasi yang diangkat adalah perjuangan Nomad membalaskan dendam rekan satu tim sejak misi Bolivia.

Walker diperlihatkan sebagai pemimpin kelompok pasukan elit bernama Wolves yang kemudian mengambil alih pusat riset Skell Tech yang melingkupi Kepulauan Auroa. Di sini teknologi robotik otonom terutama drone diubah menjadi sebuah senjata mematikan.
 
Sekilas narasinya memang terdengar menarik, dan Ubisoft sangat gemar menggunakan 
drone sebagai sebuah senjata. Namun, sisi teknologi justru kurang digali lebih dalam untuk menghasilkan narasi yang emosional atau gaya khas Tom Clancy adalah berkaitan dengan isu politik.
 
Narasi Ghost Recon: Breakpoint terasa hambar. Justru musuh berupa 
drone maupun kendaraan taktis berupa Behemoth dan lainnya seperti memaksakan konsep senjata berbasis AI yang mustahil untuk bisa dihancurkan dengan gaya senyap.

Lagi, saya merasa seperti sedang bermain The Division 2 dan berhadapan dengan senjata robotik dari faksi Black Tusk. Pada akhirnya jalan cerita game ini bisa diselesaikan dengan bermain sebagai solo player. Faktanya, beberapa misi yang melibatkan banyak musuh sulit diselesaikan sendiri tapi sayangnya sulit juga menemukan 
matchmaking yang bisa diajak berkomunikasi voice chat.
 
Perjuagan ideologi karakter Walker dengan pasukan elit Wolves akhirnya hanya terasa sebagai batu kerikil kecil dalam misi pasukan elit Amerika Serikat. Tidak ada isu politik atau militer yang disinggung seperti di sekuel sebelumya dan The Division.

Misinya juga terlalu repetitif sehingga berhasil membuat jenuh di tengah permainan. Anda harus mengambil 
blueprint di sebuah lokasi, menghancurkan beberapa fasilitas musuh, dan sejenisnya. Anehnya, hampir jarang sekali helicopter yang ditumpangi menerima serangan. Padahal di seri Ghost Recon: Wildlands kemugkinan serangan rudal anti udara selalu mengancam.
 
Hal yang hampir terlupakan adalah adanya opsi dialog seperti Assassin's Creed Odyssey tapi dengan pengalaman lebih buruk. Hanya ada respons percakapan datar yang tidak terlalu berpengaruh kepada narasi game. Opsi dialog ini tersedia untuk Anda mendapatkan narasi yang lebih lengkap saja.
 
Kesimpulan
Pada akhirnya saya merasa Ghost Recon: Breakpoint bukan menjadi sekual sempurna justru sebuah eksperiman. Ubisoft terkesan berkesperimen memasukan unsur gameplay atau mekanik dari 
franchise yang mereka punya ke game ini.
 
Sayangnya, semua itu tidak bisa tercampur dengan baik. Di tambah narasi latar yang tidak mendalam seperti bukan terinspirasi dari karya Tom Clancy's. Ubisoft jelas terlalu dini memaksakan game Ghost Recon: Breakpoint menjadi sebuah game online RPG.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shadow of The Colossus